kikichemist.com,- Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh dengan kebaikan, setiap amalan akan dilipatgandakan oleh Allah. Hadirnya bulan kemuliaan ini sudah sepantasnya kita sambut pula dengan penuh ketakwaan.
Dahulu, ketika bulan Ramadan telah ditetapkan untuk menjalankan syari’at puasa wajib, para sahabat selalu menantikan kehadirannya lantaran sadar betapa mulianya bulan ini. Kerinduan sahabat nabi terhadap bulan Ramadan sudah terasa sejak 6 bulan sebelum bulan Ramadan datang.
Mualli bin Al-fadhal mengatakan, "Para sahabat 6 bulan sebelum bulan Ramadan berdoa agar umurnya dipanjangkan agar dapat bertemu lagi dengan bulan Ramadan, lalu 6 bulan setelahnya mereka harus berdoa agar amal di bulan mulia tersebut diterima."
Jika para sahabat sudah merindukan bulan Ramadan jauh-jauh hari, bagaimana dengan kita? Sudahkah kita merindukan Ramadan dan melakukan amalan-amalan dengan maksimal?
Kali ini, aku akan membagikan 3 kisah sahabat nabi pada bulan Ramadan yang semoga bisa senantiasa menjadi penambah semangat kita untuk mensyukuri dan memaksimalkan ibadah di bulan Ramadan ini.
1. Zaid bin Tsabit dan Tamunya
Zaid bin Tsabit merupakan salah satu sahabat rasulullah yang menjadi penulis wahyu sekaligus sekretaris rasulullah. Ia adalah salah satu sahabat nabi yang berjasa dalam tim perlindungan dan ke otentikan Al-qur’an. Beliau dikenal memiliki sifat yang mulia.
Suatu hari, sesaat sebelum waktu maghrib pada bulan Ramadan tiba, Zaid bin Tsabit kedatangan seorang tamu, tamu tersebut adalah seorang musafir yang tak memiliki sedikit pun bekal untuk dimakan saat berbuka puasa.
Zaid sangat menjunjung tinggi pesan-pesan yang telah rasulullah sampaikan. Saat itu, Zaid bin Tsabit sedang dalam keadaan kesulitan ekonomi, namun ia mengingat pesan rasulullah mengenai kesunahan memuliakan tamu.
Sayangnya, saat itu ia hanya memiliki makanan yang sangat sedikit bahkan untuk porsi keluarganya. Melihat tamu musafir tersebut, Zaid mempersilakannya masuk ke rumahnya. Ia kemudian berbisik kepada istrinya dan menanyakan apakah mereka memiliki makanan untuk diberikan kepada tamunya itu.
Kemudian istrinya menjawab dengan berbisik, “Demi Allah wahai suamiku, tidak ada lagi makanan yang kusimpan terkecuali sedikit.”
Mendengar jawaban itu Zaid bin Tsabit terdiam dan berpikir untuk menemukan sebuah solusi. Tak lama ia menemukan sebuah ide lalu menyuruh istrinya untuk mematikan lampu saat adzan maghrib berkumandang.
Istri Zaid pun setuju dengan hal itu, kemudian saat adzan berkumandang zaid dan istrinya mempersilakan tamu tersebut untuk menyantap hidangan yang sangat terbatas itu. Di tengah kegelapan Zaid dan istrinya berkecap-kecap seolah sedang mengunyah makanan padahal mereka tak memakan apapun.
Keesokan harinya tamu tersebut melanjutkan perjalanannya. Zaid bin Tsabit seperti biasa datang ke majelis dan bertemu rasulullah. Zaid melihat rasulullah tersenyum dan kemudian bersabda, "Wahai Tsabit, Allah menghargai pelayananmu terhadap tamumu semalam."
Mendengar sabda tersebut Zaid bin Tsabit diselimuti rasa haru sekaligus malu dan bahagia.
2. Ibnu Mas’ud dan Ajarannya
Ibnu Mas’ud adalah sahabat nabi yang masuk islam di generasi awal. Beliau adalah seorang penggembala kambing dan pelayan yang kemudian menjadi pembantu rasulullah.
Rasulullah menerimanya karena sifat kejujurannya yang telah terbukti. Semenjak menjadi pembantu rasulullah, beliau selalu menemani rasulullah bepergian dan mendampingi ke manapun rasulullah, bagaikan bayangan rasulullah.
Ibnu mas’ud pernah berkata bahwa rasulullah berpesan kepadanya,”Hendaknya kamu di waktu pagi pada hari puasamu dalam keadaan berminyak dan bersisir, janganlah kamu di waktu pagi pada hari puasamu dalam keadaan bermuka masam.” (HR Tabrani)
Ketika itu, rasulullah berpesan kepadanya agar memulai aktivitas puasa dengan menyembunyikan ibadah puasanya dari orang lain yaitu dengan berpenampilan rapi dan raut wajah yang berseri, semua itu dilakukan agar ia dapat lebih ikhlas dan semakin menjauhkan riya dalam menunaikan ibadah puasa.
Setelah rasulullah berpesan kepadanya, Ibnu Mas’ud menyampaikan pesan tersebut kepada kaum muslimin untuk mengajarkannya.
3. Sa’ad bin Ubaidah dan Iftar Jama’i
Sa’ad bin Ubaidah mempraktikkan apa yang telah diajarkan rasulullah dengan sangat sempurna, yaitu memberikan iftar untuk orang yang berpuasa, bahkan beliau mengundang rasulullah untuk berbuka puasa di rumahnya.
Dari Anas bin Malik Ra mengatakan:Nabi Muhammad berkunjung ke rumah Sa’ad bin Ubaidah lalu disuguhkan kepada beliau roti dan minyak zaitun, beliaupun memakannya, kemudian rasulullah mendoakannya “Semoga orang-orang yang puasa berbuka di tempatmu, orang-orang baik yang makan hidanganmu dan para malaikat bersalawat untukmu.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
Penutup
Dahulu, para sahabat senantiasa berusaha untuk melakukan apa yang telah rasulullah sampaikan dengan baik. Berlomba-lomba dalam kebaikan, menunaikan sunnah sudah menjadi kebiasaan dari para sahabat.
Pun ketika para sahabat mengetahui keutamaan bulan ramadan, tak sejengkalpun mereka menyia-nyiakan hadirnya bulan yang penuh dengan kemuliaan ini.
Bahkan jauh sebelum datang bulan ramadan mereka begitu merindukannya, dan ketika bulan itu pergi, mereka takut amalannya tidak diterima. Hendaknya, apa yang dilakukan oleh para sahabat bisa menjadi contoh bagi kita untuk dapat menunaikan ibadah dengan lebih sungguh-sungguh.
Semoga kita meraih keberkahan di bulan yang penuh berkah ini. Allahumma Aamiin.
Posting Komentar
Posting Komentar